Peran Strategis Perempuan Dalam Pencapaian SDGs

Kesetaraan gender, proteksi sosial, dan pemberdayaan perempuan di Indonesia bakal dipresentasikan dalam pertemuan
komisi status perempuanCommission on the Status of Women(CSW) ke-63 di Markas Besar PBB di New York,
11-22 Maret 2019 oleh
para utusan Indonesia di antaranya dari Kongres Wanita Indonesia (Kowani) dan Pita Putih Indonesia (PPI).
Rombongan yang akan menghadiri acara tersebut di antaranya, Dr. Ir. Giwo Rubianto Wiyogo, M.Pd., Ketua Umum Kongres
Wanita Indonesia (Kowani), Ir. Wincky Lestari, Dr. Dewi Motik Pramono, Dr.dr. Lucy Widasari, dan lainnya.

CSW merupakan komisi fungsional dari dewan ekonomi dan sosial Perserikatan Bangsa-Bangsa (ECOSOC/Economic and Social
Council). Persidangan ini akan dihadiri oleh Perwakilan dari negara-negara anggota PBB, badan-badan PBB, dan
organisasi non-pemerintah
(LSM), termasuk Indonesia.
Tema utama yang diangkat pada pertemuan tersebut adalah sistem perlindungan sosial, akses ke layanan publik dan
infrastruktur berkelanjutan untuk kesetaraan gender serta pemberdayaan perempuan dan anak perempuan. Sedang tema
khusus adalah pemberdayaan
perempuan dan kaitannya dengan tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs).
Dalam keterangannya, Dr. dr. Lucy Widasari mengatakan, "Di acara tersebut Ibu Giwo yang juga anggotaNational
Alliance Council(NAC),Coordinator of Communicationdi organisasi international Council of Women
(ICW),Global White Ribbon Alliance(GWRA),
organisasi international yang fokus dalam bidang kesehatan perempuan dan anak dengan misi utama menurunkan angka
kematian ibu melahirkan akan menyampaikan kilasan mengenai proteksi sosial, kesetaraan gender dan pemberdayaan
perempuan di Indonesia".
"Strategi pencapaian SDGs diharapkan dapat dipercepat dengan memberdayakan perempuan terkait dengan pencapaian tujuan
1 (tanpa kemiskinan), tujuan 2 (tanpa kelaparan, terutama direpresentasikan pada indikator prevalensi stunting pada
balita), tujuan
3 (kehidupan sehat dan sejahtera, direpresentasikan pada indikator penurunan pada indikator Angka Kematian Ibu),
tujuan 4 (pendidikan berkualitas) serta tujuan 5 (kesetaraan gender), tujuan 8 (pekerjaan layak dan pertumbuhan
ekonomi)," urai dokter
Lucy yang juga lulusan terbaik program doktor dari Universitas Hasanuddin Makassar periode II tahun 2018 lalu.
Ditambahkannya, terdapat beberapa tantangan sosial terkait kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan di Indonesia
saat ini antara lain adalah tradisi (sex preferences, patrilineal, taboo), budaya, hak asasi perempuan (UU No.1
tahun 1974 tentang
perkawinan anak), pendidikan, kesehatan dan gizi (cakupan pelayanan kesehatan dasar atau universal health coverage,
peduli kesehatan mandiri (self-care), air bersih dan sanitasi layak, fortifikasi pangan) serta masalah
ekonomi.

Menurut dokter Lucy yang juga aktif di PPI, terdapat hal yang paling menonjol dalam perubahan era revolusi industri
4.0 yang memiliki karakteristik pada terciptanyacyber physical systematau yang dikenal sebagai robotisasi
yang mulai banyak
digunakan di industri, sehingga banyak pekerjaan manusia mulai digantikan dengan mesin. Tenaga manusia menjadi
komoditas sekunder, karena penggunaan mesin lebih menguntungkan.
"Hal ini seyogianya dapat direspons secara terintegrasi dan komprehensif dengan melibatkan seluruh pemangku
kepentingan, baik pelaku politik global, mulai dari pemerintah sampai swasta, akademik, perusahaan, organisasi
sosial kemasyarakatan maupun
seluruh masyarakat luas," ujarnya.
Revolusi industri 4.0, tambah Dr. dr. Lucy, berpotensi memberdayakan individu dan masyarakat untuk dapat menciptakan
peluang baru bagi ekonomi, sosial maupun pengembangan diri pribadi, khususnya peningkatan skil perempuan terhadap
teknologi.
Diakuinya, pemberdayaan perempuan dan kesetaraan gender menyediakan peluang sekaligus tantangan dalam mewujudkan
tercapainya Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB) atauSustainable Development Goals(SDGs) agar dapat
mencapai hasil optimum
dari 17 tujuan, 169 target dan lebih dari 300 indikator pada tahun 2030.
Pemberdayaan perempuan dapat dipahami sebagai proses yang dinamis di mana perempuan mendapatkan hak atas sumber daya
dan mampu menantang struktur patriarki yang menopang dan merepresentasi ketidaksetaraan.
Intinya, kata dokter Lucy, peran penting perempuan sangat dibutuhkan dengan kompleksitas SDGs dan banyaknya tantangan
yang masih dihadapi di Indonesia dalam era revolusi industri 4.0 khususnya yang melibatkan peran strategis
perempuan.
Sementara itu, menurut Dr. Ir. Giwo Rubianto Wiyogo, M.Pd., "Kowani telah mengupayakan penyelesaian tantangan sosial
terkait kesetaraan gender dengan cara advokasi, sosialisasi, peningkatan kapasitas, pelibatan remaja dan
kemitraan".
Pemberdayaan perempuan dan kampanye kesetaraan gender sangat dibutuhkan untuk mempercepat pencapaian SDGs, dan perlu
menyiapkan perempuan dan anak perempuan dalam memperoleh akses yang sama terhadap pendidikan yang berkualitas,
kesehatan, pekerjaan
yang layak, serta pengambilan keputusan politik dan ekonomi.