Membangun Generasi Revolusi Industri 4.0 Butuh Perempuan Cerdas

Kemampuan kaum perempuan harus terus ditingkatkan. Sebab, peningkatan kualitas perempuan menjadi dasar untuk
menciptakan pembangunan yang berkelanjutan bagi suatu bangsa.
Hl ini dikatakan Dr. dr. Lucy Widasari MSi., di Jakarta, Selasa (26/2/2019). Menurutnya, salah satu bentuk upaya
peningkatan kualitas perempuan adalah melalui pemberdayaan perempuan, salah satunya dengan membangun kesadaran
perempuan akan diri dan
kodratnya membangun generasi penerus bangsa.
Dicontohkan, soal ketahanan pangan. Dokter Lucy menilai, orangtua (ibu dan ayah) harus memikirkan bagaimana anak dan
keluarganya bisa makan.

"Kita didik kaum perempuan memahami pentingnya asupan gizi seimbang. Kondisi kesehatan dan pendidikan ibu serta
sosial ekonomi keluarga berhubungan erat dengan status gizi anak," ujarnya
Bagi dokter Lucy, pemberdayaan perempuan merupakan bagian penting dari upaya mencetak agen perubahan sosial, seperti
mengubah budaya yang menganggap bahwa perempuan tidak perlu mendapat pendidikan, bahwa ibu akan makan terakhir,
tidur terakhir dan
bangun paling pagi, bahkan juga sewaktu ibu sedang hamil.
"Hal tersebut juga berlaku atau mengubah mitos bahwa ibu yang meninggal karena melahirkan akan membuka pintu surga,"
tambah dokter Lucy yang juga anggota Pita Putih Indonesia (PPI),organisasi kemasyarakatan nonprofit dan nonpolitis
berdedikasi untuk
penyelamatan dan kesejahteraan ibu hamil, melahirkan, nifas dan bayi baru lahir (KIBBLA) yang diketuai oleh Dr. Ir.
Giwo Rubianto Wiyogo MPd., ini.
Untuk mencapai tujuan ini, maka perempuan dan laki-laki harus peka terhadap isu perempuan dan gender.

Dokter Lucy mengingatkan, rendahnya kualitas perempuan dapat mempengaruhi kualitas generasi penerusnya, mengingat
bahwa perempuan mempunyai fungsi reproduksi dan sangat berperan dalam mengembangkan sumber daya manusia (SDM) masa
depan.
"Tuhan menciptakan manusia laki-laki dan perempuan. Perempuan memiliki fungsi kodrati (haid, hamil, melahirkan
menyusui) yang menjadi pembeda. Akan tetapi fungsi lainnya harus sama. Pendidikan, ketenagakerjaan, ekonomi, sosial,
politik, pertahanan
keamanan seyogianya sama antara laki-laki dan perempuan," urainya.
Harus diakui, kata dokter Lucy, kesetaraan dan keadilan gender belum sepenuhnya dapat diwujudkan di segala bidang
karena masih kuatnya pengaruh nilai sosial budaya yang patriarki, yang menempatkan laki-laki dan perempuan pada
keadaan yang tidak setara.
Di dalam rumah tangga, perempuan adalah aktor kunci dalam pencapaian ketahanan pangan rumah tangganya.
"Hampir semua aktivitas produksi ketahanan pangan dan asupan gizi rumah tangga merupakan tugas perempuan dalam upaya
konsumsi bahan pangan pada tingkat rumah tangga," imbuhnya.
Lebih jauh dokter Lucy mengatakan, mengingat di tangan wanita atau seorang ibulah bahan pangan direncanakan, diolah,
dan dipersiapkan sebagai hidangan bagi keluarganya dalam upaya memperbaiki kualitas pangan yang dikonsumsi oleh
keluarganya, maka
perlu meningkatkan kualitas hidup peran perempuan.
"Salah satunya dengan memperkecil kesenjangan gender dalam hal akses, manfaat, partisipasi dalam pembangunan, serta
penguasaan terhadap sumber daya, melakukan revolusi mental yang dimulai dari diri sendiri untuk kemudian ditularkan
dalam keluarga
dan masyarakat sekitar dengan membangun budaya gotong royong yang merupakan kearifan lokal nenek moyang bangsa serta
mengikis taboo dan mitos serta tradisi yang merugikan kesehatan khususnya bagi perempuan yang melekat dalam
budaya/kultur daerah,"
sambung Dr. dr. Lucy, lulusan terbaik program doktor dari Universitas Hasanuddin Makassar periode II tahun 2018
ini.
Untuk itu, dibutuhkan strategi dalam mengembangkan dan melaksanakan program/kegiatan yang spesifik dan responsif
gender (dengan menitikberatkan pada akses, partisipasi, kontrol, dan manfaat) yang setara bagi laki-laki dan
perempuan, meliputi kesetaraan
hak, suara, sumber daya, hukum, peluang, imbalan pekerjaan, perlindungan sosial pada pekerja wanita sektor informal,
menghapus kemiskinan serta kerawanan pangan dan gizi.
"Perempuan harus cerdas, meliputi cerdas kodrati (tahu ada kodrat yang berbeda antara laki dan permpuan/kesehatan
reproduksi), cerdas tradisi (tahu memilah tradisi buatan manusia yang bias gender, yang merugikan perempuan), cerdas
sosial (tahu tata
pergaulan sosial yang membangun karakter) dan cerdas profesi (hak memilih profesi yang menjadi dambaan setiap orang)
dalam upaya membangun generasi revolusi industri 4.0," tandas dokter Lucy.